Pengunjung Blog

Sabtu, 08 Januari 2011

TEROR “DAPUR” KITA


OLEH: ABDUL KHOLIQ*

SAAT ini masyarakat diguncangkan dengan teror dapur, yakni maraknya ledakan elpiji di sejumlah tempat. Ternyata, hal serupa telah diikuti dengan banyaknya teror ledakan "dapur" bangsa kita. Di tengah suhu panas politik pemilihan kepada daerah, di Mojokerto misalnya, ditemukan berbagai ledakan "dapur" di sana. "Dapur" negeri ini sering bermasalah mulai dari praktik intimidasi, kekerasan, dan konflik horizontal-vertikal sering mengedepan. Permasalahan "rumah" kita rumit, mulai dari dapur politik, dapur ekonomi, dan dapur-dapur lainnya. Termasuk juga "dapur" (wajah) pejabat yang tidak memiliki budaya malu menggunakan uang rakyat untuk pribadi.

Dalam konteks sekarang, sejujurnya dapur kita terjadi berbagai gejolak. Mulai dari dapur wong cilik, sampai dapur pemerintah. Perbedaannya, hanya terletak pada kepulannya saja. Kalau dapurnya orang kecil sering tidak mengepul karena tidak ada yang dimasak, akibatnya kelaparan, tetapi, kalau dapurnya penguasa “mengepul” untuk kepentingan pribadinya.. Kesenjangan inilah yang harus segera diselaraskan, guna mewujudkan “dapur” bangsa kita menjadi seimbang. Kalau tidak, ketimpangan ini, bisa menjadi bomerang, sehingga kian menambah kotornya dapur kita.

Republic kita yang kotor oleh korupsi, kemiskinan, pengangguran dan bencana alam menjadi kian kotor. Lantas yang menjadi pertanyaan, siapa yang bertanggung jawab besar dalam permasalahan ‘dapur’ kita? apakah rakyat kecil yang harus menanggung semua ini ataukah para pemegang kendali kita. Menurut saya, lagi-lagi rakyat-lah sebagai objek kelinci percobaan para penguasa. Contoh ketika konversi minyak tanah menjadi gas elpiji, pada dasarnya belum sepenuhnya diikuti kesiapan masyarakat. Kenyataannya, masyarakat pedesaan yang sebelumnya menggunakan tungku atau kompor untuk memasak. Tiba-tiba seolah “dipaksa” memasuki gaya modern dengan menggunakan gas elpiji.

Selain itu, dengan ditariknya subsidi minyak tanah atau dibatasi peredaran minyak tanah, menyebabkan rakyat berjuang multi, kebijakan inilah yang harus membuat rakyat Lagipula konversi ini tidak diikuti dengan pengawasan secara jeli. Mengingat ledakan ini saling bersautan di penjuru daerah. Sebagai catatan, pemerintah atau pihak pertamina, harus bertanggung jawab, dan lebih peka serta melakukan pemantauan betul, dan melakukan evaluasi terhadap beruntunnya bencana ini. Jika, konversi gas ini, sebagai bentuk penghematan Negara.

Seharusnya Negara wajib melakukan surtir lebih terhadap kualitas, baik tabung, selang maupun regulatornya. Pemerintah harus tegas menindak para pelaku curang, karena ternyata masih banyak oknum yang berani menjual semua alat itu, dibawah garis standart pengamanan atau lebih para pengoplosan. Padahal akibatnya tidak lain akan membahayakan nyawa. Perlu diingat, luka mereka adalah luka kita semua. Semoga cukup disini luka, duka dapur kita. Amin.

*Mahasiswa Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang dan Aktifis IMM “Revivalis”.

Tidak ada komentar: