OLEH : ABDUL KHOLIQ*
GAUNG Pemilukada di sejumlah daerah Jawa Timur terdengar menjauh dari “stasion” rakyat. Seandainya saya menjadi juru kampanye para calon Pemimpin Daerah itu, maka saya bisikkan ditelingahnya dan saya rumuskan dalam teks pidatonya agar dipekikkan “prioritas utama yang harus dibangun, dalam mewujudkan daerah berkemajuan adalah sektor pertanian dan sektor pendidikan”.
Alasannya, pertama, disamping pertanian merupakan sektor setrategis, pertanian sangat berkontribusi besar dalam pembangunan. Setiap tahun, 25 juta rumah tangga petani memproduksi pangan, meliputi padi, jagung kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, yang nilainya Rp. 258,2 trilyun. Begitu besar ukuran nominalnya, akan tetapi kenyataannya, sampai detik ini tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan para petani, nasib petani tidak ada perubahan secara signifikan tetap saja nasibnya buram.
Kalau saja sektor ini digarap secara lebih serius, maka bangsa akan semakin sejahtera. Pembangunan pertanian yang lamban geraknya mungkin karena petaninya kurang mampu (pendidikan rendah) dalam segi pengelolaan. Namun, penyebab itu, tidak sepenuhnya dijadikan alasan berkepanjangan. Terlepas dari itu, para pemangku kebijakan seharusnya tegas dalam penentuan harga gabah, pupuk, dan insectisida.
Menurut saya, bisa dibilang selama ini jadi petani itu rugi. Mulai dari melangitnya harga pupuk, diikuti kelangkaannya pula. Itu tidak seberapa, tatkala waktu panen, harga pun tidak seimbang, malah harganya turun, jadi ada yang salah?. Selain itu, belum lagi tenaga pribadi petani itu tidak dikalkulasi sebagai cost biaya. Semuanya dijadikan sebuah kelumrahan, pokoknya bekerja (bertani) pergi pagi buta pulang sore, kira-kira begitu.
Sebagian besar masyarakat Jawa Timur mata pencahariannya adalah sektor pertanian. Bunga harapan perbaikan hidup para petani setidaknya akan menjadi kenyataan ketika sektor ini jadi sorotan (garapan) utama. Setidaknya, prioritas ini ranahnya lebih pada hal kongkrit, empiris yang bisa dirasakan langsung oleh rakyat. Berbedah halnya dengan prioritas penegakan hukum, korupsi. Sebab, bukannya habis malah berkembang tak tentu arah, semakin runyam dan lain-lain. Pada akhirnya membuat rakyat bosan, jenuh, mangkel mendengarnya.
Alasan Kedua, untuk mewujudkan pertanian yang lebih progresif tidak lain adalah sector ‘pendidikan untuk petani’ yang dibangun. Lantas, bagimana untuk mewujudkan petani handal, ketika teknologi yang dipakai sudah aus. Penyuluhan terhadap petani desa pun tersendat, kredit juga seret. Wajar saja terjadi kelambanan dalam bidang pertanian. Sebab, SDM-nya rendah.
Lain halnya dengan Thailand sector pertaniannya maju, karena SDM-nya unggul. Bahkan lebih ironis, kita saja lebih suka buah yang berbau Negara lain, misalnya, Jambu bangkok, papaya, durian dan lain-lain. Kendati demikian pemerintah Jawa Timur Pakde Karwo, kedua sector ini jangan dipinggirkan. Terima kasih.
*Mahasiswa Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang dan Aktifis IMM Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar