Pengunjung Blog

Sabtu, 08 Januari 2011

MEMPERTANYAKAN PARKIR BERLANGGANAN

OLEH: ABDUL KHOLIQ*

Kasus mafia pajak yang menyangkut Gayus Tambunan serta menyeret sejumlah Petinggi Polisi, menggelitik hati saya. Sehingga timbul pertanyaan nakal, apakah retribusi parkir berlangganan di Kabupaten Lamongan ada kesamaan dengan modus itu yakni diplintirkan? Pertanyaan itu muncul karena sejauh ini masyarakat telah diwajibkan membayar retribusi sebesar Rp. 20.000 setiap perpanjangan STNK.

Ironisnya, ketika masyarakat sudah melakukan wajib pajak, tidak dibarengi dengan adanya pelayanan dinas terkait, yang diberikan kepada masyarakat Lamongan. Dalam artian, masih ada kegamangan, ketidakjelasan areal parkir yang dimaksud, dimana masyarakat harus merasakan bebas parkir.

Menurut saya apabila hal ini dibiarkan, apa bedanya dengan kasus Gayus Tambunan itu, tidak ada bentuk transparansinya. Kekecewaan itu muncul, sebab ada dan tidaknya parkir berlangganan tidak berpengaruh, tidak menjamin bagi masyarakat, apalagi menguntungkan bagi rakyat. Sebab, masyarakat tetap harus merogoh kocek untuk jukir, padahal parkir berlangganan sudah dibayar. Lantas, dimana letak pelayanan, pemihakan pada rakyat?. Kebingungan saya juga mempertanyakan, apakah ini bentuk pajak atau retribusi.

Ketika berbicara retribusi, sepatutnya ada jasa yang bisa dinikmati. Contoh: retibusi kebersihan, masyarakat telah membayar retribusi tersebut kepada Dinas Kebersihan, disana ada mutualisme yaitu adanya pelayanan kebersihan. Nampaknya, parkir berlangganan ini belum tahu kejelasan seperti apa?

Menyitir dari Iklan pajak, setiap orang yang ingin jadi patriot bangsa, caranya mudah dan gampang cukup membayar pajak dengan jujur jadi deh… atau dengan jargon “hari gini tidak membayar pajak, apa kata dunia” Luar biasa, membayar pajak mampu membangun karakter bangsa. akan tetapi apabila tidak diimbangi dengan kejujuran para petugas dan penguasa, nampaknya mencederai sendiri jargon agung tersebut.

Oleh karena itu, tatkalah masyarakat sudah tertib pajak (parkir berlangganan), pemegang kendali seharusnya “tertib” tidak adem ayem, tanpa memikirkan pelayanan terhadap masyarakat. Disinilah yang harus dipertegaskan sekaligus diperjelas, sehingga masyarakat tidak hilang rasa kepercayaan kepada penguasa terkhusus Dinas Perhubungan Lamongan. Lewat surat pembaca ini semoga ada bentuk tindakan dari pemerintahan Lamongan. Tentunya kami tidak ingin ada Gayunisasi pada retribusi parkir ini. Apa kata dunia, jika tidak ada pelayanan dari hasil pajak (retribusi parkir berlangganan).

*Desa Karangtawar-Laren-Lamongan, aktivis IMM UIN Maliki Malang

Tidak ada komentar: