OLEH: ABDUL KHOLIQ*
DALAM diskusi kemahasiswaan bertajuk “Moralitas Sebagai Upaya Membangun Bangsa”, yang digagas oleh Komunitas Mahasiswa Pamekasan (KOMPAS) Malang, telah menempatkan bahwa pendidikan moral sebagai kunci utama dalam membangun peradaban suatu bangsa.
Kenapa harus pendidikan moral? Sebab, modernitas dibarengi dengan teknologi yang serba canggi, justru manusia sendiri telah terhipnotis, terbelenggu dan terjajah oleh hasil kreasinya. Teknologi tidak lagi berperan sebagai “alat hidup”, melainkan sebagai “tujuan hidup”. Tidak jarang manusia terseret dalam keampuhannya, sehingga tingka laku, tamak, serakah, zalim dan lainnya, banyak kita jumpai dalam kehidupan sekitar kita.
Selain itu, teknologi tidak berperan sesuai dengan arti dan fungsinya, akan tetapi lebih dijunjung sebagai gaya hidup, pengangkat harkat dan martabat. Contoh: mobil merk A lebih canggi merk B,
Dari sinilah ada sebuah pergeseran nilai. Diakui atau tidak, mentalitas kita sekarang menjadi mental “matrealistik”, layaknya “tuhan” yang harus disembah. Kecukupan sandang, pangan bukan lagi arah dari kebahagiaan hidup. Yang menjadi arah kehidupannya adalah menumpuk uang, harta kekayaan. Kebahagiaan berubah menjadi barang nyata berupa limpahan materi.
Dalam konteks praksis di Indonesia, tidak heran korupsi sulit dihentikan di tanah “surga” ini, karena para penguasa memberhalakan mental “matrealistik” sekaligus sebagai pemuja setia. Tidak kurang para pejabat kita honorariumnya tinggi, tunjangannya melimpah, namun tetap merasa tidak cukup, kurang apa itu?, kurang ajar kali yang pantas disandang mereka.
Itulah degradasi moral bangsa kita. Selain itu, efek samping yang ditimbulakan termasuk kerusakan lingkungan sebab moralitas kita yang bejat. Setiap individu membiarkan nafsu serakahnya menjadi liar, alam digaruk untuk memenuhi kenikmatan biologis-nya. Oleh sebab itu pendidikan moral sebuah keharusan untuk diterapkan dan dikejawantahkan dalam kehidupan kita. Kalau tidak, moralitas itu yang menjadi ancaman kehidupan manusia sendiri.
Terbukti, tidak sedikit manusia yang “gelap mata” memakan manusia lainnya, hak rakyat telah direnggut penguasa untuk memenuhi temboloknya sendiri. Sementara rakyat dibiarkan terlunta-lunta untuk mengurus moral. Padahal, rakyat tidak hanya butuh makan moral saja, rakyat butuh makan sembako murah, tabung gas elpiji aman, harga minyak bisa dijangkau dengan koceknya.
Sebagai pamungkas, agama jangan dijadikan dekorasi yang tersusun apik. Akan tetapi, ditransformatisikan dalam kehidupan. Sejujurnya, musuh nyata manusia tidak lain adalah manusia sendiri. Dengan kata lain, demi mewujudkan ketentraman, negeri gema ripah loh jinawe adalah memerangi kezaliman keserakahan, ketamakan, semua itu intinya adalah moral yang harus dibangun pertama demi mewujudkan good governance. Terima kasih
*Mahasiswa Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang. dan Aktivis IMM Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar